3.1.a.9. Koneksi Antarmateri: Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran


Gunanto
CGP Angkatan 2 Kabupaten Lampung Tengah

Pratap Triloka 

Pada tahun 1922, KHD mencetuskan asas-asas pendidikan yang kerap kita kenal sebagai patrap triloka yaitu  tiga semboyan yang sampai saat ini menjadi panutan di dunia pendidikan Indonesia: Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Umumnya semboyan tersebut diterjemahkan menjadi “di depan memberi teladan”, “di tengah membangun motivasi”, dan “di belakang memberikan dukungan”. Guru, sebagai seorang pemimpin pembelajaran mesti mengedepankan keteladanan bagi murid, setiap tindakan guru harus mencerminkan sebuah keteladanan yang indah, termasuk dalam mengambil keputusan atas setiap masalah yang dihadapinya. Keputusan yang dibuat oleh sang guru juga harus mampu menambahkan motivasi bagi pihak-pihak terkait (murid atau rekan sejawat), dan senantiasa memberikan dukungan untuk tumbuh dan berkembangnya kerpibadian murid menjadi sosok yang matang, kedisiplinan, sopan santun, dan sikap mental positif. Intinya, setiap keputusan yang diambil oleh sang guru, mesti sekaligus memberikan sentuhan terhadap keteladanan, motivasi, dan dukungan. 

Nilai-nilai Dalam Diri Guru

Nilai-nilai utama seorang guru adalah mandiri, inovatif, reflektif, kolaboratif, dan berpihak kepada murid. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, maka yang utama dan pertama menjadi acuan adalah keberpihakan kepada murid, mengapa? Hal ini disebabkan murid memiliki karakternya sendiri yang unik dan guru wajib untuk memahaminya sehingga jika guru berpihak pada mereka (murid), maka setiap keputusan guru telah mempertimbangkan keunikan masing-masing siswa. Dilema tentu sering terjadi, tetapi nilai mandiri, inovatif, reflektif, dan kolaboratif akan membantu dan memudahkan guru dalam membuat keputusan. Sebagai contohnya adalah ketika guru tidak cukup paham tentang kondisi atau karakter seorang murid yang sedang bermasalah, maka guru harus ingat nilai kolaboratif dengan mencari informasi dari guru lain atau teman si murid sehingga dengan nilai kolaboratif tersebut akan diperoleh informasi atau fakta-fakta yang relevan dan tentu saja valid, sehingga keputusan yang diambil oleh guru juga akan tepat.  

Coaching

Keterampilan coaching seorang guru akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik. Saat melakukan coaching, coach (guru) dan coachee (guru/murid) adalah hubungan kemitraan yang setara tanpa membedakan strata. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee. Dengan kondisi ini diharapkan guru akan mampu terlebih dahulu menyelami bagaimana perasaan/keadaan pada  sisi coachee  saat keputusan akan diambil sehingga keputusan guru akan efektif, tidak menimbulkan masalah baru yang lebih rumit, serta mengandung pesan moral pembelajaran untuk meningkatkan daya dan potensi pada diri murid.

Kesadaran Sosial Emosional

Dalam pengambilan keputusan yang tepat, guru memerlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Dapatkah kita bayangkan jika guru mengambil keputusan secara gegabah? Atau mengambil keputusan hanya mengikuti isi hatinya atau intuisinya saja? Tentu yang akan terjadi adalah kekacauan dan kecemasan dari pihak-pihak di luar sang guru, bahkan pada diri si guru itu jika saja ia mau merefleksi diri atas keptusan yang telah dibuatnya. Di sini, sungguh diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Dengan segenap kesadaran ini, guru akan benar-benar mampu berpikir jernih untuk memilih keputusan terbaik di antara beberapa pilihan keputusan yang ada.

Bagaimana Kita Mengambil Keputusan?

Seringkali kita mengambil keputusan dengan berlandaskan pada salah satu dari 3 landasan berpikir:

  1. Melakukan, demi kebaikan orang banyak.
  2. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri kita.
  3. Melakukan apa yang kita harapkan orang lain akan lakukan kepada diri kita.

Sungguh, salah satunya tidak serta merta lebih baik dari dua lainnya, semua bergantung pada situasi dan kondisi saat keputusan diambil. Bahkan nilai-nilai budaya tempat pengambilan keputusan pun turut mempengaruhi bagaimana kita akan mengambil keputusan.

Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Tentunya ada prinsip-prinsip yang lain, namun ketiga prinsip di sini adalah yang paling sering dikenali dan digunakan. Dalam seminar-seminar, ketiga prinsip ini yang seringkali membantu  dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut adalah:

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika dapat membantu guru untuk memahami permasalahan dilema etika dan pengambilan keputusan yang tepat atas masalah tersebut.  Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab, dan penghargaan  akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan sebagai berikut:

  1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
  3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
  4. Jangka pendek lawan  jangka panjang (short term vs long term)

Kemudian, bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, yaitu yang berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman? Agar berdampak, maka kita dapat mengambil keputusan dengan mengikuti alur 9 langkah sebagai berikut.

Langkah 1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

Ada 2 alasan mengapa langkah ini adalah langkah yang penting dalam pengujian keputusan. Alasan yang pertama, langkah ini mengharuskan kita untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Alasan yang kedua adalah karena langkah ini akan membuat kita menyaring masalah yang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial. Untuk mengenali hal ini bukanlah hal yang mudah. Kalau kita terlalu berlebihan dalam menerapkan langkah ini, dapat membuat kita menjadi orang yang terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan setiap kesalahan yang paling kecil pun. Sebaliknya bila kita terlalu permisif, maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan etika lagi.  

Langkah 2 Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Dalam langkah ini, kita harus mampu mengidentifikasi siapa saja pihak-pihak yang terlibat langsung dengan masalah yang harus kita ambil keputusannya.

Langkah 3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

Pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti misalnya apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, dan apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya.  Data-data tersebut penting untuk kita ketahui karena dilema etika tidak menyangkut hal-hal yang bersifat teori, namun ada faktor-faktor pendorong dan penarik yang nyata di mana data yang mendetail akan bisa menggambarkan alasan seseorang melakukan sesuatu dan kepribadian seseorang akan tercermin dalam situasi tersebut. Hal yang juga penting di sini adalah analisis terhadap hal-hal apa saja yang potensial akan terjadi di waktu yang akan datang.

Langkah 4. Pengujian benar atau salah.

  • Uji Legal

Pertanyaan yang harus diajukan disini adalah apakah dilema etika itu menyangkut aspek pelanggaran hukum. Bila jawabannya adalah iya, maka pilihan yang ada bukanlah antara benar lawan benar, namun antara benar lawan salah. Pilihannya menjadi membuat keputusan yang mematuhi hukum atau tidak, bukannya keputusan yang berhubungan dengan moral.

  • Uji Regulasi/Standar Profesional

Bila dilema etika tidak memiliki aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mungkin ada pelanggaran peraturan atau kode etik. Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus melindungi sumber beritanya,  seorang agen real estate yang tahu bahwa seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya? Kita tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi kita, tapi kita akan berpotensi besar untuk kehilangan respek sehubungan dengan profesi kita.

  • Uji Intuisi

Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi kita dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat kita merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang kita yakini.  Walaupun mungkin kita tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk banyak orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar. Uji ini berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang mendalam.

  • Uji Halaman Depan Koran

Apa yang kita akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan pada halaman depan dari koran dan sesuatu yang kita anggap merupakan ranah pribadi kita tiba-tiba menjadi konsumsi masyarakat? Bila kita merasa tidak nyaman membayangkan hal itu akan terjadi, kemungkinan besar kita sedang menghadapi dilema etika. Uji halaman depan koran ini berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir.

  • Uji Panutan/Idola

Dalam langkah ini, kita membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan kita, misalnya ibu kita. Tentunya di sini subjeknya bukanlah pada ibu kita, tetapi keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi kita dan orang yang sangat berarti bagi kita. Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking), di mana ini berhubungan dengan golden rule yang meminta kita meletakkan diri pada posisi orang lain.

Bila situasi dilema etika yang kita hadapi, gagal di salah satu uji keputusan tersebut atau bahkan lebih dari satu, maka sebaiknya jangan mengambil risiko membuat keputusan yang membahayakan atau merugikan diri kita karena situasi yang kita hadapi bukanlah situasi  dilema moral, namun bujukan moral.

Langkah 5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

Untuk mengujinya, kita akan memilih dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi ini?

  •    Individu lawan masyarakat (individual vs community)
  •    Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
  •    Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
  •    Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Ketepatan mengidentifikasi paradigma ini adalah penting, ini bukan hanya mengelompokkan permasalahan namun membawa penajaman pada fokus kenyataan bahwa situasi ini betul-betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting.

Langkah 6. Melakukan Prinsip Resolusi.

Selanjutnya, kita perlu menetapkan manakah dari 3 prinsip penyelesaian dilema yang akan dipakai:

  • Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
  • Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  • Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Langkah 7. Investigasi Opsi Trilema.

Mencari opsi yang ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah. Dalam masa ini, kita mungkin perlu refleksi sejenak secara jernih, agar setiap opsi menjadi gamblang dampaknya pada masing-masing pihak.

Langkah 8. Buat Keputusan

Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.

Langkah 9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya. Seorang guru perlu membuat catatan dalam jurnal, atas kasus yang pernah dihadapinya dan bentuk serta pilihan keputusan yang diambil berikut dampak setelah keputusan tersebut diambil, sehingga pada masa berikutnya, mungkin kasus itu akan dapat menjadi sebuah rujukan yang berharga.


Seorang guru harus benar-benar memahami 9 langkah pengambilan keputusan di atas, meskipun 9 langkah tersebut bukan sesuatu untuk dihafalkan, tetapi adalah pedoman sehingga guru memiliki sebuah panduan langkah pengambilan keputusan yang memudahkan dan bermakna. 

Seperti berwisata yang harus menyeberangi lautan, tak selamanya perjalanan itu nyaman, sehat, cepat, lancar, atau indah. Demikian pula dalam melakukan  pengambilan keputusan tentu ada angin atau badai dalam lautan yang ditemui, kadang kecil, sedang, juga kadang besar. Ada yang pro dan ada pula yang kontra, apalagi jika keputusan tersebut menyangkut orang  banyak, nilai kehidupan, agama, kebiasaan,  dan kondisi yang menyebabkan tidak nyaman di lingkungan sekolah. Perbedaan pengalaman, landasan berpikir, dan paradigma antara satu guru dengan orang lain termasuk orang tua, masyarakat, serta Kepala Sekolah akan dengan mudah menciptakan perpecahan jika tidak dikelola dengan baik. Kondisi inilah yang menuntut guru harus dewasa, sabar, berpikir matang, dan bermartabat agar setiap keputusan yang diambilnya benar-benar berpihak pada murid dan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembelajaran hidup si murid dalam arti positif.

Guru dalam mengambil keputusan yang tepat pasti akan berpengaruh pada kehidupan murid baik pada saat itu atau pun saat yang akan datang. Jika guru dalam mengambil keputusan telah mengikuti 9 langkah pengambilan keputusan, maka diharapkan akan menjadi pembelajaran yang baik dan sekaligus bermakna bagi murid sehingga mereka akan mendapatkan arti kemerdekaan yang sesungguhnya, apalagi jika keputusan yang diambil oleh guru dibuat dengan mengacu pada filosofi KHD tentu akan menjadi penyemangat bagi murid dan mendorong mereka untuk terpacu mengembangkan kodratnya, bersemangat mewujudkan cita-cita, dan meraih masa depan yang terbaik bagi mereka sehingga mereka bisa mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup yang setinggi tingginya.

Akhir dari tulisan ini, saya meyakini dengan memahami landasan filosofis pendidikan dan pengajaran dari KHD, penerapan nilai-nilai guru, kompetensi coaching, dan kompetensi kesadaran sosial emosional, serta 9 langkah pengambilan keputusan yang berihak pada murid akan mampu mewujudkan merdeka belajar di Indonesia. Tentunya dukungan seluruh komunitas di sekolah sangat diperlukan. Maka juga kewajiban guru untuk mendiseminasikan materi ini kepada segenap komunitas praktisi di sekolah masing-masing sehingga percepatan merdeka belajar akan lebih cepat terlihat hasilnya. [gnt-120921].

Komentar

  1. Mantap pak gun.. Guru memang harus mampu mengambil keputusan yang terbaik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju Bu, keputusan yang terbaik untuk murid adalah keputusan yang mengandung elemen pembelajaran/pengajaran dan pendidikan, dengan meminimalkan aspek menghukum, tetapi lebih pada menerapkan disiplin positif.

      Hapus
  2. Bagaimana cara menguji paradigma benar lawan benar? Bukankah jika ada sebuah kasus maka hanya satu pihak yang benar dan pihak lainnya tidak benar?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Workshop Pembuatan RPP Berdiferensiasi [Aksi Nyata 3.2 - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya]

Koneksi Antarmateri - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid