Refleksi dan Implementasi Coaching

Pengantar

Pada tulisan ini, saya mencoba melaksanakan tugas 2.3.a.9. Koneksi Antarmateri - Coaching sebagai tugas saya (GUNANTO) selaku peserta diklat Calon Guru Penggerak Angkatan 2 Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2021. Saat ini saya bertugas di SMP N  1 Punggur, mengampu mata pelajaran Matematika di kelas 7.1, 7.2, 8.6 (sebagai wali kelas), 8.7, dan 8.8. Sudah bulan ke-7 saya bertugas di sekolah ini, tetapi belum satu kali pun bertatap muka dengan murid-murid di kelas. Menyedihkan tetapi ini dialami hampir oleh seluruh murid di Indonesia karena kondisi darurat yang sedang ditetapkan oleh pemerintah. Kita harus bersabar, semoga semuanya membawa hikmah yang baik bagi guru dan murid. 

Apa itu Coaching?

Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coachmemfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Kuncinya di sini adalah bahwa di dalam coaching harus terjadi proses kolaborasi dengan fokus pada solusi.

Kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003). Di sini coaching menekankan pada coachee untuk belajar, bukan diajari.

International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai: “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” Coaching sebagai kemitraan antara coach dengan coachee, artinya mereka sejajar. 

Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:

  1. Kemitraan. Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkanotoritas yang lebih tinggi dari coachee.
  2. Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini, dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach menginspirasi coachee untuk menemukan jawaban-jawaban sendiri atas permasalahannya.
  3. Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat saya simpulkan bahwa guru pada masa sekarang harus mampu berperan sebagai coach bagi murid-muridnya. Saat guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, tentu akan muncul berbagai masalah, salah satunya adalah perbedaan perlakuan, entah bentuk bimbingan, LKPM yang digunakan, atau lainnya. Hal ini dapat diatasi dengan menerapkan pembelajaran sosial emosional. 

Sebuah Refleksi Pribadi Tentang Coaching 

Sejujurnya saya sebelum mengikuti diklat Calon Guru Penggerak (CGP) belum tahu apa itu perbedaan konseling, mentoring, dan coaching. Saya berpikir itu semua sama saja. Seandainya saya tidak mengikuti diklat CGP sampai tahap ini, pasti saya akan terus dalam kondisi saya, kemudian mungkin akan tahu dari diseminasi Guru Penggerak, dan tentu itu sudah sangat terlambat. Padahal, saya sangat merasa bahwa materi coaching, keterampilan coaching yang baik, ini sangat diperlukan oleh setiap guru dan harus segera dikuasai oleh mereka sekarang juga tanpa ada waktu tambahan untuk menerampilinya. Saya bersyukur bahwa saya mendapat materi Coaching saat ini, dan ini benar-benar bermanfaat untuk saya. 

Ke depan, mulai saat ini, saya akan terus berlatih melakukan coaching sesuai kebutuhan terhadap murid dan rekan sejawat. Bagaimana kita mendengarkan, bagaimana berempati, bagaimana berfokus pada solusi, bagaimana membuat rencana aksi, bagaimana menekankan tanggungjawab, dan seterusnya. Hal ini saya pelajari di modul coaching ini dan sangat membantu saya sebagai guru matematika yang biasanya banyak tidak disukai murid dan banyak keluhan mereka. Dengan coaching maka sedikit masalah mereka akan terbantu diatasi.

Akhirnya saya menyimpulkan, bahwa materi coaching ini sungguh materi yang seharusnya menjadi salah satu kompetensi utama yang harus dimiliki oleh seorang guru. Keterampilan coaching seharusnya dijadikan salah satu materi pokok dalam pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Kemendikbud, P4TK, LPMP, dan lembaga lainnya dalam program diklat keguruan manapun sehingga semua guru Indonesia segera dapat melakukan coaching dengan baik. 

Latihan praktik Coaching bersama murid saya lakukan, karena kondisi PJJ dan tak dapat menghadirkan murid ke sekolah, maka saya melakukannya secara daring menggunakan Google meet. Tautannya pada link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=XoILdwhML5M


Yang jelas coaching itu tak mudah, apalagi bagi guru yang sudah terbiasa melakukan konseling dan mentoring (termasuk saya), jika dicermati dalam video itu, peran saya sebagai coach belum maksimal karena kelihatan saya masih tampak mengarahkan atau berkesan memberikan solusi. Selamat bercoaching ria.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Workshop Pembuatan RPP Berdiferensiasi [Aksi Nyata 3.2 - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya]

Diseminasi Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran di SMPN 1 Punggur

Koneksi Antarmateri - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid